PERCAKAPAN di Warkop Berlan Komplek Tirtonadi pada siang itu, Senin, 8 Juli 2024 cukup aktual. Hari itu ada rangkaian acara festival budaya spiritual. Di rangkaian itu ada sarasehan mengambil tema: Ajaran Samin dan relevansinya di era kekinian. Pak Tono, seorang pegawai negeri yang sebentar lagi pensiun mengajukan apa yang ia ketahui tentang Samin: laku kejujuran dan kesetaraan.
Pengetahuan Pak Tono tentang Samin ini ada benarnya. Pengetahuan umum tentang Samin mulai bergeser dari era orde baru hingga orde kekinian. Pengetahuan Pak Tono ini adalah pengetahuan terkini tentang Samin. Pengetahuan ini berbeda dengan pengetahuan masyarakat Blora zaman Presiden Suharto. Dalam penelitiannya, Amrih Widodo menemukan ada rasa malu dan rendah diri dari masyarakat Blora di zaman Presiden Suharto ketika dikaitkan dengan Samin. Bupati zaman itu ketika diundang rapat ke provinsi, merasa malu dengan sebutan Bupati Samin.
Namun rasa malu zaman itu mulai bergeser ke rasa penasaran dan perasaan bangga di zaman terkini. Relasi kuasa dalam iklim demokrasi yang menjadi penyebab pergeseran tersebut. Jika sebelumnya dalam iklim autokrasi (otoriter) yang represif di zaman orde baru dan Presiden Suharto, pengetahuan tentang Samin terbentuk dari stigma yang diberikan penguasa terhadap orang-orang Samin. Setelah kran demokrasi dibuka dan kebebasan berpikir diberikan ruang, pengetahuan umum tentang Samin mulai bergeser. Catatan-catatan sejarah yang ada digali sebagai bahan penelitian. Dari sinilah pergeseran itu terjadi, dari stigmatisasi menjadi wawasan pengetahuan.
"Tidak bisa tidak, Samin menjadi sebuah gerakan tersendiri dalam relasinya dengan kekuasaan. Sebagaimana relasi tersebut (relasi kuasa) tidak bisa dihindarkan dari kehidupan manusia. Dalam relasinya ini, gerakan Samin menjadi gerakan perlawanan tanpa kekerasan," terangnya dalam live streaming dari Australia.
Samin menjadi gerakan perlawanan dicatat Sindhunata dalam bukunya Ratu Adil, Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik. Dalam bab Gerakan Samin, Sindhunata mencatat Samin menjadi gerakan perlawanan sejak tahun 1905, ketika usia Surontiko Samin menginjak 46 tahun. Sebelumnya, Samin hanyalah seorang guru spiritual. Kisah mistis perjalanannya menjadi guru spiritual ditulis Sindhunata dalam buku tersebut, bersumber dari catatan seorang Belanda berjudul De Saminbeweging dan De Goeroe Ilmoe Samin.
Dalam kisah mistisnya, Samin pergi ke puncak gunung tinggi melakukan laku tapa atau semedi. Di tengah semedinya, Samin memperoleh kitab berisi ilmu keselamatan manusia. Dalam mendalami ilmu ini, Samin turun gunung. Ilmu kelakone kanthi laku, demikian yang dilakukan Samin dalam mendalami ilmunya tersebut. Artinya ilmu terbentuk dengan sendirinya dari pengalaman dan laku kehidupan. Setelah mendalami, Samin kembali ke tanah kelahirannya di Desa Kediren, Distrik Randublatung. Dari sana kemudian ia mengajarkan ilmunya tersebut.
Asisten Residen Tuban, J.E. Jasper yang menyelidiki gerakan Samin ketika itu, memperoleh informasi ajaran Ilmu Samin dari Surosaimin, seorang pengikut Samin, atau dikenal Saminis. Surosaimin termasuk generasi pertama pengikut Samin yang ada di Desa Kedalingan di wilayah Pati. Kepada Asisten Residen Tuban tersebut, Surosaimin menuturkan perintah-perintah Ilmu Samin yang diterima dari gurunya.
"Jangan mengambil bagi dirimu barang yang kamu temukan! Jangan berdusta! Jangan mencuri! Jangan menyukai yang bukan hakmu! Bila dimaki, tinggalah diam! Jangan menerima uang atau makanan! Bila diminta uang atau makan, berikanlah!"
Ajaran-ajaran ini menyedot pengikut yang semakin meluas. Sejak 1905 jumlah pengikut ajaran ini meningkat. Dua tahun kemudian tercatat oleh Jasper, terdapat 3.000 pengikut Samin. Separonya tinggal di wilayah Blora. Separo sisanya tersebar dari Ngawi, Bojonegoro, hingga Grobogan.
Dengan meluasnya pengikut Samin, mulai terdengar isu mereka akan memisahkan diri dari penduduk setempat. Terdengar kabar pula, dengan jumlah massa pengikut yang besar Samin merencanakan pemberontakan pada 1 Maret 1907. Namun Residen Rembang yang membawahi wilayah Blora tidak terlalu ambil pusing dengan isu-isu tersebut. Sementara Kontrolir Blora, yakni pejabat Hindia Belanda non-struktural menyikapinya dengan serius. Enam hari sebelum 1 Maret 1907, pejabat ini mengerahkan polisi bersenjata ke Kedungtuban, tempat berkumpul pengikut Samin mengadakan slametan. Tanpa perlawanan, polisi Hindia Belanda meringkus beberapa pentolannya.
Surontiko Samin, demikian Sindhunata menulis, yang tidak berada di tempat kumpul tersebut memenuhi panggilan Residen Rembang beberapa hari kemudian. Ia pun ditahan oleh pemerintah kolonial setelah datang memenuhi panggilan. Melalui putusannya tertanggal 21 Desember 1907, pemerintah kolonial menghukum Surontiko Samin dan 8 pengikutnya dengan dibuang ke luar Jawa. Ada yang ke Padang, ke Bengkulu, dan ada yang dibuang ke Manado. Guru Ilmu Samin sendiri dibuang ke Padang, dan meninggal di Kota Tengah, Padang, 7 tahun kemudian, tepatnya 2 September 1914.
Ditinggal gurunya, para pengikut Samin justru semakin berani melakukan perlawanan. Protes-protes sosial dilancarkan dengan berbagai variasinya, tetap tanpa menggunakan aksi kekerasan. Salah satu protes sosial pengikut Samin adalah boikot pajak.
"Gerakan perlawanan ini tidak tiba-tiba. Tapi karena ada penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap wong cilik," kata Sindhunata dalam paparan sarasehannya.
Bagi Sindhunata, gerakan perlawanan Samin bukanlah gerakan yang sudah selesai atau purna. Gerakan ini akan selalu ada seiring dengan tatanan masyarakat yang belum berkeadilan, lebih-lebih bila belum berkeadilan secara ekologis. Oleh Bagus Widi dan Anggit Pertiwi yang menjadi pengikut terkini Samin, gerakan perlawanan ini berubah bentuk. Anggit oleh orang tuanya yang juga pengikut Samin tidak disekolahkan di sekolah formal tapi disekolahkan di rumah dengan orang tuanya menjadi guru. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan yang kapitalis dan hedonis. Sementara bagi Bagus Widi yang bertani organik, adalah bentuk perlawanan terhadap sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan.
"Ibu bumi yang perlu kita rawat," kata Bagus dalam sarasehan tersebut.