MANDOR pekerja rodi dengan udeng di kepala berdiri di paling kanan dalam barisan depan yang berjejer 14 orang. Mandor ini orang pribumi, bawaannya pecut. Sementara di sebelah kirinya berdiri mandor dari Belanda yang membawa bedil. Mereka berdua berdiri di sebelah kanan 2 pekerja romusha yang dipaksa memanggul balok, yang berdiri didampingi istri-istrinya yang mengenakan kebaya bertopi caping. Sementara berdiri di sebelah kiri pekerja romusha dan istrinya tersebut, 2 wanita bangsawan pribumi Jawa mengenakan kebaya kutu hitam. Inilah sedikit gambaran dari pertunjukan teatrikal yang ditampilkan pegawai Sekretariat DPRD Kabupaten Blora saat ikut memeriahkan karnaval 17-an yang diselenggarakan pada Sabtu terakhir bulan Agustus 2023.
Pertunjukan teatrikal besutan Anna Oktaviana Prasetyo ini melibatkan 60 orang pegawai, mulai dari staf hingga pejabat eselonnya yang ada di Setwan DPRD. Sejumlah pegawai ini terkelompok dalam 9 grup. Selain grup mandor Belanda, mandor Jawa, pekerja romusha, dan bangsawan pribumi Jawa, ada juga grup PMI, pejuang, orang pribumi, orang Belanda, dan tak ketinggalan grup pahlawan. Ada 4 tokoh pahlawan yang ditampilkan dalam pertunjukan teatrikal ini: Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Sukarno, dan Hatta.
Penampilan selama 3 menit di depan panggung kehormatan juri dan petinggi Kabupaten Blora ini mendapat penilaian teratas, dan memenangkan karnaval di kelompok perangkat daerah. Bagi Anna, koreografer yang menciptakan pertunjukan teatrikal ini, tak mudah untuk melatih teman-temannya sesama pegawai di Setwan DPRD untuk menampilkan pertunjukan teatrikal yang selaras dan sedap dipandang. Apalagi kebanyakan dari mereka tak punya dasar seni pertunjukan.
"Awalnya saya melempar konsep dan tema (teatrikal jasmerah) tersebut, saya tawarkan pada teman-teman, apakah setuju dan suka jika memerankan seperti apa yang saya konsepkan," kata Anna yang merupakan pegawai yang bertugas di Setwan DPRD sejak 2013.
Bagi Anna yang telah menekuni dunia pertunjukan dan koreografi sejak SMA hingga kuliah, membangun kerelaan teman-temannya untuk membawakan peran masing-masing dalam seni pertunjukan bisa membuahkan hasil yang bagus. Namun, sekalipun telah sepakat dengan tawarannya, di tengah latihan ada yang malas ikut latihan. Bahkan ada yang sama sekali tidak ikut berlatih. Padahal berlatih sebelum pertunjukan dibutuhkan agar tak mengecewakan penonton.
"Perjanjian awal semua terlibat, semua harus menari saat display (tampil di depan panggung kehormatan). Tapi seiring perjalanan, mretheli. Ada yang sama sekali tidak latihan, ada yang latihan cuma sekali. Sementara yang sering latihan, tak sedikit yang pindah-pindah peran. Dari peran bangsawan Jawa menjadi pahlawan Pangeran Diponegoro, dan sebaliknya. Ada juga yang tiba-tiba sakit, dan harus mengganti barisan," katanya seraya menyebut waktu 3 minggu lebih dipersiapkan untuk menampilkan seni pertunjukan ini.
Yang luar biasa bagi Anna adalah teman-temannya yang sepenuh hati berlatih dari awal sampai selesai. "Salah satunya, Dian. Ini yang sangat luar biasa, padahal kami punya pekerjaan masing-masing," ujarnya.
Dian, lengkapnya Dian Putri Agustina adalah satu dari sedikit pegawai Setwan yang memiliki bakat seni tari, selain seni tarik suara. Ia memerankan pejuang wanita bersama 8 pegawai perempuan dalam pertunjukan tari teatrikal ini. Bagi Dian, kemenangan performa Setwan ini menjadi hadiah tersendiri di hari ulang tahunnya pada hari karnaval 17-an itu dilangsungkan, Sabtu, 26 Agustus 2023. Sementara bagi Anna, seni pertunjukan yang ia tampilkan menjadi kebanggaan tersendiri di tengah edukasi sejarah yang minim di bulan kemerdekaan.
"Karnaval agustusan biasanya diisi hanya dengan pawai budaya yang menampilkan kearifan budaya nusantara. Bahkan tak jarang diisi dengan unjuk kebolehan dalam olah suara dan tari. Yang menyedihkan kalau ada goyang-goyang pargoy yang merusak jiwa anak muda. Jadi munculnya ide berawal dari rasa miris terhadap anak-anak muda sekarang, termasuk anak saya yang ternyata tidak tahu gambaran perjuangan di jaman penjajahan. Tahu hanya dari pelajaran ataupun cerita, tidak pernah melihat gambaran secara langsung. Berangkat dari inilah saya membuat konsep seni pertunjukan ini," paparnya.
Pargoy yang disebut Anna merujuk pada jogetan yang berasal dari daerah Sumatera Barat yang artinya partai goyang. Menurut penelitian, joget pargoy ini ditandai dengan goyangan menonjolkan kelenturan tubuh yang diiringi musik remix DJ. Tak ada nilai-nilai edukatif dari penampilan ini.
Secara konseptual, Anna memaparkan narasinya dalam seni pertunjukan yang ia ciptakan.
"Kelompok sebagai rakyat biasa disiksa, tangannya dirantai dan lehernya dibelenggu dengan kayu. Ini membangun ingatan kolektif agar dapat menggugah kesadaran masyarakat bahwa perjuangan bangsa kita tidak mudah. Persatuan dan kesatuan bangsa harus terus dijaga dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta meningkatkan rasa kecintaan serta kebanggaan sebagai bangsa dan negara Indonesia," tuturnya.
Dari konseptual ini, Anna memfokuskan pertunjukan tarian yang membawa bendera merah putih raksasa.
"Dari konsep pertunjukan kami juga ada tari. Tapi tarian saya fokuskan pada bendera merah putih raksasa ukuran 8 x 4 meter yang keluar di tengah-tengah pertunjukan yang dibawa 3 tentara Indonesia," terangnya.
Bagi Anna, yang membanggakan dalam seni pertunjukan yang ia buat adalah tanpa melibatkan personil dari luar opd-nya, atau mengambil personil bayaran.
"Semua yang tampil adalah teman-teman pegawai di Setwan DPRD, mulai dari staf hingga pejabatnya. Bahkan teman-teman sendiri yang membuat aksesoris, mulai dari balok hingga bedilnya yang terbuat dari kardus."